![]() |
Raja Hulu Aik ke-51, Petrus Singa Bansa |
Hal tersebut disampaikannya menanggapi adanya upaya klaim sepihak oknum tertentu melalui berita acara pengukuran Hutan Ulayat Kerajaan Kusuma Negara Sekadau yang meliputi Desa Senduruhan, Desa Sungai Bengaras, dan Desa Krio Hulu di Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, 4 Maret 2020 lalu.
"Saya Raja Hulu Aik ke-51, meminta kepada Pemerintah Kabupaten Ketapang, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dan Pemerintah Republik Indonesia untuk menetapkan hutan di wilayah administratif Kecamatan Hulu Sungai Kabupaten Ketapang, sebagai kawasan hutan adat, untuk dikelola sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat." tegasnya dalam pernyataan tertulis, Di Istana Raja Hulu Aik di Laman Sengkuang Kecamatan Hulu Sungai, 25 Juni 2020.
Disamping itu, pemimpin budaya sekaligus tokoh spiritual masyarakat Dayak asal Kabupaten Ketapang itu menyayangkan klaim pihak tertentu terhadap hak ulayat tanah wilayah Kecamatan Hulu Aik, karena tidak pernah terjadi jual beli tanah atau wilayah antara Kerajaan Hulu Aik dan Kerajaan Kusuma Negara Sekadau di Wilayah Kerajaan Hulu Aik, yang sekarang merupakan wilayah administratif Kabupaten Ketapang.
"Jika ada yang mengaku-ngaku (hak atas tanah di wilayah Hulu Aik) itu tidak benar, karena tidak pernah terjadi jual beli tanah atau wilayah antara Kerajaan Hulu Aik dengan Kerajaan Kusuma Negara Sekadau di wilayah kerajaan Hulu Aik baik oleh saya maupun oleh Raja-Raja Hulu Aik sebelumnya."terang Petrus Singa Bansa.
![]() |
Pengamat Hukum Adat Untan Pontianak, Salfius Seko |
Pertama, pemohon (pemangku) mengajukan permohonan kepada Menteri. Dalam permohonan tersebut disertai dengan persyaratan:
a. wilayah Masyarakat Hukum Adat yang dimohon sebagian atau seluruhnya berupa hutan;
b. produk hukum pengakuan Masyarakat Hukum Adat dalam bentuk (Peraturan Daerah untuk Hutan Adat yang berada di dalam Kawasan Hutan Negara atau Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah untuk Hutan Adat yang berada di luar Kawasan Hutan Negara),
c. peta wilayah adat sebagai lampiran dari Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah,
d. Surat Pernyataan yang memuat:
(1. penegasan bahwa areal yang diusulkan merupakan wilayah adat/Hutan Adat pemohon; dan
2. persetujuan ditetapkan sebagai Hutan Adat dengan fungsi lindung, konservasi, atau produksi).
"Untuk melakukan pemetaan wilayah adat, Menteri atau Pemerintah Daerah akan memfasilitasi Masyarakat Hukum Adat sebagai pemohon," ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak itu.
Lebih lanjut Seko menjelaskan, Validasi dan Verifikasi oleh Direktur Jenderal. Validasi dilakukan terhadap kelengkapan dokumen permohonan Hutan Adat dan Hutan Hak dan dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima. Ketiga, Verifikasi lapangan.
Jika hasil validasi memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal melakukan verifikasi lapangan, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal dalam waktu 3 (tiga) hari mengembalikan permohonan kepada pemohon untuk dilengkapi.
Keempat, Verifikasi melalui pertemuan langsung dengan pihak pemohon (masyarakat hukum adat) dan disaksikan oleh kepala desa atau sebutan lainnya. Verifikasi keberadaan dan keabsahan Hutan Adat dilakukan dengan cara:
a. tumpang susun peta objek Hutan Adat dan Hutan Hak yang dimohon dengan Peta Kawasan Hutan dan/atau peta pengelola hutan atau peta pemegang izin pemanfaatan hutan; dan
b. mencocokan batas objek Hutan Adat dan/atau Hutan Hak yang dimohon di peta dengan batas di lapangan yang memenuhi kriteria sebagai Hutan Adat. Hasil verifikasi lapangan dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi Hutan Adat. Berita acara verifikasi paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. letak dan luas Hutan Adat dan Hutan Hak;
c. keabsahan pemohon dan areal yang dimohon;
d. kondisi tutupan lahan. Berita acara verifikasi yang ditandatangani oleh ketua tim dan disetujui oleh pemohon.
Kelima, Penetapan.
"Berdasarkan hasil validasi dan verifikasi, Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja menetapkan status dan fungsi Hutan Adat." terang Salfius Seko.
Penulis: Rilis