Yayasan Catur Arya Laporkan Dugaan Pengambilalihan Aset Tanpa Hak ke Kejati Kalbar

Editor: Admin author photo

  

Kuasa hukum Yayasan Catur Arya, Raka Dwi Permana usai membuat laporan pengaduan atas dugaan perampasan aset ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat.SUARAPONTIANAK/SK
Pontianak (Suara Pontianak) – Yayasan Catur Arya, yang berlokasi di Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas, resmi melayangkan laporan pengaduan kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) atas dugaan pengambilalihan aset milik yayasan secara sepihak oleh pihak yang bukan bagian dari komunitas agama Buddha.

Pengaduan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Yayasan Catur Arya, Raka Dwi Permana, pada Rabu, 14 Mei 2025, dengan menyertakan dokumen-dokumen hukum dan kronologi yang mendetail.

“Kami melaporkan dugaan perampasan aset dan pengambilalihan yayasan yang dilakukan oleh pihak yang mayoritas bukan beragama Buddha, tanpa dasar hukum yang sah,” ujar Raka usai menyerahkan laporan ke Kejati Kalbar.

Menurut Raka, Yayasan Catur Arya bermula dari pendirian tempat ibadah umat Buddha Sip Fuk Thong yang dibangun sejak tahun 1800-an oleh para biksu dan biksuni di Desa Jelutung, Pemangkat. Yayasan ini resmi tercatat secara hukum pada 29 Juni 1979 dengan nama Yayasan Kelenteng Agama Buddha Sip Fuk Thong dan berganti nama menjadi Yayasan Catur Arya Satyani pada 25 Mei 1985.

Permasalahan mulai mencuat pada 16 Oktober 2020, ketika sekelompok orang yang mayoritas bukan beragama Buddha mengadakan pertemuan yang dihadiri Ketua Yayasan, Ngui Tjhan Kie, dan diduga mengambil alih dokumen penting milik yayasan, termasuk akta perubahan dan sertifikat tanah.

“Ketua yayasan saat itu diduga dalam tekanan dan memiliki pemahaman terbatas mengenai mekanisme organisasi, sehingga menandatangani berita acara perubahan pengurus yang diisi oleh orang-orang dari luar komunitas Buddha,” terang Raka.

Kondisi ini kemudian diketahui umat Buddha setempat setelah surat berita acara dibocorkan oleh anak dari ketua yayasan. Umat pun bereaksi dan menyampaikan penolakan melalui Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia (Magabutri) Kabupaten Sambas.

Pada 29 Oktober 2020, Ketua Yayasan memberikan surat kuasa kepada Magabutri untuk menyelesaikan konflik ini. Rapat lanjutan yang digelar pada 30 Oktober 2020 membentuk kepengurusan baru beranggotakan umat Buddha, dan secara resmi membatalkan keputusan sepihak yang dibuat pada 16 Oktober.

Namun, dukungan dari Ketua Yayasan dan anaknya yang sebelumnya menguatkan kepengurusan baru, tiba-tiba ditarik kembali pada 5 November 2020 tanpa alasan jelas. Sejak saat itu, keduanya sulit dihubungi.

Lebih lanjut, Raka mengungkapkan bahwa pihak yang dituding berusaha mengambil alih yayasan kini bahkan diduga telah membangun rumah ibadah baru di atas aset Yayasan Catur Arya Satyani, yang dikenal dengan nama Vihara Tri Dharma Sip Fuk Thong.

“Ini bukan hanya soal aset, tapi juga menyangkut kerukunan umat beragama. Jika tidak ditindak tegas, bisa memecah harmoni yang selama ini dijaga,” tegas Raka

Rangkaian mediasi telah dilakukan berulang kali, termasuk dengan difasilitasi oleh Kementerian Agama Kabupaten Sambas. Namun, pihak yang diduga melakukan pengambilalihan tidak pernah hadir dalam forum resmi.

Kuasa hukum berharap Kejati Kalbar segera menindaklanjuti laporan ini dan melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran hukum serta perlindungan terhadap hak-hak keagamaan komunitas Buddha.

Sementara itu, saat dikonfirmasi oleh Suara Kalbar, Kasi Penkum Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, belum bisa memberikan tanggapan karena sedang menjalani cuti.

“Saya masih cuti, mungkin bisa langsung ke pelaksana harian,” ujar Wayan singkat.[SK]

Share:
Komentar

Berita Terkini