Warga Embaloh Hulu Tolak Kehadiran Perusahaan Sawit, WALHI Desak Pemkab Kapuas Hulu Tegas Lindungi Wilayah Kelola Rakyat

Editor: Admin author photo

Peta wilayah sekitar Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu.SUARAPONTIANAK/SK
Pontianak (Suara Pontianak) – Gelombang penolakan terhadap rencana ekspansi perusahaan sawit kembali mengemuka. Kali ini datang dari warga sejumlah desa di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, yang menyatakan penolakan tegas terhadap sosialisasi masuknya PT. Ichiko Agro Lestari (IAL) ke wilayah mereka.

Menurut laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, sosialisasi oleh pihak perusahaan dilakukan sejak 15 hingga 20 Mei 2025 di berbagai lokasi, termasuk Desa Pulau Manak, Banua Martinus, dan Banua Ujung. Namun, upaya serupa di Desa Saujung Giling Manik dan Ulak Pauk dibatalkan akibat penolakan keras dari masyarakat.

Menanggapi hal itu, warga adat Ketemanggungan Tamambaloh menggelar musyawarah adat "Kambong Banua", sebagai bentuk pernyataan sikap resmi menolak pembukaan perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka.

"Warga tidak ingin pihak perusahaan malah memperoleh izin dari pemerintah daerah. Penolakan ini sudah disuarakan berulang kali," ujar Hendrikus Adam, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Barat, kepada SuaraKalbar.co.id, Jumat (23/05/2025).

WALHI mencatat potensi wilayah kelola rakyat (WKR) yang terdampak rencana investasi ini mencapai 14.000 hektar, mencakup lima desa yang selama ini mengandalkan kawasan tersebut sebagai ruang hidup dan sumber penghidupan.

“Jika sawit masuk, sungai-sungai yang menjadi sumber air utama bagi lebih dari 3.135 jiwa akan tercemar limbah dan aktivitas perkebunan. Ini ancaman langsung terhadap akses air bersih dan keberlanjutan hidup masyarakat,” terang Adam.

Selain itu, WALHI menegaskan pentingnya posisi Kapuas Hulu sebagai kabupaten konservasi dan anggota aktif dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL). Oleh sebab itu, setiap rencana investasi harus tunduk pada prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan.

WALHI mendesak Bupati Kapuas Hulu, Fransiskus Diaan, agar tidak bersikap pasif terhadap dinamika ini dan segera menyatakan sikap tegas.

“Kami meminta Bupati menjadi pelopor perlindungan wilayah kelola rakyat. Sikap tegas dibutuhkan untuk memastikan tidak ada celah bagi tindakan yang berpotensi merusak lingkungan dan merampas hak-hak masyarakat adat,” tambah Adam.

Meski PT. IAL mengaku belum memiliki izin usaha perkebunan (IUP) atau Hak Guna Usaha (HGU) di Kapuas Hulu, rekam jejak perusahaan ini menunjukkan keterlibatan dalam operasi perkebunan di wilayah Kubu Raya. Perusahaan juga tercatat memiliki kantor pusat di Kabupaten Tangerang dan perwakilan di Pontianak.

WALHI menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa perlindungan ruang hidup masyarakat merupakan mandat konstitusional yang tidak bisa diabaikan oleh pemerintah.

“Penolakan warga adalah bentuk keberanian mempertahankan ruang hidup. Itu dilindungi undang-undang dan wajib dihormati oleh semua pihak, termasuk kepala daerah,” pungkas Adam.[SK]

Share:
Komentar

Berita Terkini